
Sumber: Medcom.id
Jakarta. Raden Ajeng Kartini atau biasa disingkat RA Kartini merupakan sosok pejuang emansipasi wanita di Indonesia. Berkat semangat dan perjuangannya, perempuan kini berhak memperoleh pendidikan yang setara dengan kaum adam.
Untuk mengenang jasanya, tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini. Peringatan itu sejatinya tak cukup diselebrasi hanya dengan kebaya dan konde—berdandan bak perempuan Jawa dengan senyum simpul di pigura.
Semangat untuk memberikan pendidikan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia harus terus digaungkan. Sebagaimana yang dilakukan srikandi berikut, di mana mereka memperjuangkan pendidikan layak, utamanya bagi penghuni daerah terpencil.
Dikutip dari Ruangguru, berikut delapan sosok Kartini masa kini yang melanjutkan perjuangan pendidikan di Indonesia:
1. Butet Manurung

Butet Manurung yang bernama asli Saur Marlina Manurung merupakan lulusan Sastra Indonesia dan Antropologi Universitas Padjajaran. Butet dikenal sebagai salah satu pendiri Sokola Rimba, yaitu sekolah yang mengajarkan baca tulis kepada anak-anak Suku Anak Dalam di pedalaman Jambi.
Sokola Rimba digelar dengan tujuan agar orang Rimba bisa melindungi diri mereka dari ketertindasan pihak luar. Seperti, perusahaan yang mengubah lahan hutan menjadi lahan bisnis dan merugikan orang Rimba.
Perjuangan Butet membangun sekolah ini tentu tak mudah. Dia bahkan sering mendapat penolakan karena orang Rimba menganggap pendidikan adalah budaya luar. Namun, Butet tidak menyerah dan terus mengajar hingga akhirnya pada 2004 dianugerahi “Heroes of Asia Award 2004” oleh majalah Times.
Meski kini tinggal di Australia, Butet tetap mengembangkan Sokola Rimba bersama tiga pendiri lainnya. Pengalaman sang mantan pemandu wisata Taman Nasional Ujung Kulon itu dituangkan dalam buku berjudul “Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba” yang terbit pada 2007. Selain itu, pengalaman Butet juga telah diangkat menjadi film yang disutradarai Riri Riza pada 2013.
2. Veronica Colondam

Veronica Colondam adalah Founder dan CEO YCAB Foundation, sebuah yayasan yang berfokus pada pengembangan generasi muda di bidang promosi kesehatan gaya hidup, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi.
YCAB Foundation menggabungkan pendidikan dan ekonomi, salah satu programnya memberikan pinjaman modal kepada orang tua untuk mendirikan usaha. Dengan harapan, orang tua tersebut mampu memberikan kesempatan kepada anak untuk menempuh pendidikan.
Program lain yang dilakukan Veronica bersama YCAB Foundation adalah memberikan pelatihan kepada generasi muda. Sampai sekarang, sudah ada 3.303.237 anak muda yang dibantu.
3. Karina Nadila

Karina Nadila, seorang Putri Indonesia Pariwisata 2017, aktif menjadi relawan di 1.000 Guru. Program tersebut bertujuan mengajar anak-anak yang berada di pelosok Indonesia.
Pada 2017, Karina bersama 1.000 Guru mengunjungi pedalaman Oeki, Kolbano, NTT. Di tengah kesibukannya, dia selalu berusaha menyisihkan waktu untuk mengajar anak-anak Sekolah Dasar, mengajak bermain, dan saling berbagi inspirasi.
4. Ayu Kartika Dewi

Ayu Kartika Dewi merupakan inisiator dan pendiri Sabang Merauke, yaitu organisasi yang menyelenggarakan program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia. Organisasi tersebut dibangun pada 28 Oktober 2012, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda.
Nama Sabang Merauke sendiri berasal dari akronim “Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali”. Sesuai namanya, Sabang Merauke memfasilitasi program pertukaran pelajar dengan tujuan membuka cakrawala anak-anak Indonesia untuk memahami pentingnya pendidikan dan menanamkan nilai kebhinekaan.
Melalui Sabang Merauke, lulusan pascasarjana dari Duke University, Amerika Serikat itu berharap anak-anak Indonesia terus bersemangat mengenyam pendidikan hingga ke luar negeri. Kemudian, kembali ke Indonesia untuk mengamalkan ilmu yang telah didapat.
5. Najeela Shihab

Najelaa merupakan sosok yang melihat pendidikan sebagai kekuatan utama untuk memengaruhi masyarakat. Ketertarikan terhadap pendidikan itu membuatnya mempelajari ilmu psikologi yang berfokus pada pendidikan anak.
Pada 1999, Najelaa lantas mendirikan Sekolah Cikal yang berada di wilayah Kemang, Jakarta. Saat ini, organisasi tersebut sudah berdiri di delapan lokasi, termasuk satu lokasi yang didedikasikan khusus untuk guru.
Selain itu, Najelaa juga mendirikan inibudi.org pada 2012. Ini merupakan situs yang menampilkan video pendidikan yang dibuat oleh guru dan siswa.
6. Nila Tanzil

Nila Tanzil merupakan mantan jurnalis dan presenter televisi. Usai mundur dari pekerjaanya, dia memutuskan tinggal di Sumbawa. Di sana, Nila menemukan ide untuk membangun perpustakaan gratis bagi anak-anak daerah sekitar tempat tinggalnya, yang kemudian diberi nama Taman Bacaan Pelangi.
Melalui Taman Bacaan Pelangi, Nila ingin memberikan sumbangsih bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Lulusan pascasarjana di Belanda ini mendatangkan 2.000 buku yang dibawanya dari Jakarta untuk mengisi perpustakaan buatannya.
Kini, Nila memiliki lebih dari 30 taman bacaan yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia, seperti Sumbawa, Flores, Maluku, Halmahera, dan Papua. Kisah inspiratif Nila tentang perjalanannya membangun taman bacaan ini bisa dituangkan dalam buku berjudul “Lembar-Lembar Pelangi”.
7. Septi Peni Wulandani

Septi Peni Wulandani merupakan pendiri Institut Ibu Profesional (IIP). Lembaga yang dibangun pada 2011 ini bertujuan mencetak ibu rumah tangga tangguh yang bisa menjadi guru hebat bagi anak-anaknya.
Menurut Septi, peran seorang ibu dalam keluarga sangatlah besar dan mampu menentukan mutu keluarga. Termasuk, kualitas anak-anak yang nantinya akan tumbuh sebagai generasi penerus bangsa.
Melalui IIP, Septi menerapkan tahapan-tahapan belajar bagi para ibu, di antaranya Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif, dan Bunda Salehah. Hingga saat ini, anggota IIP sudah tersebar di 40 kota di Indonesia. Bahkan, ada juga anggota yang berasal dari negara lain, seperti Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Mesir, dan Dubai.
Selain mendirikan IIP, Septi juga menggagas konsep belajar Jarimatika dan Abaca-Baca. Kedua konsep belajar ini merupakan metode belajar Matematika dan membaca yang dinilai lebih praktis dan mudah untuk diterapkan pada anak.
8. Emmanuella Mila

Emmanuella Milla merupakan pendiri Rumah Dongeng Pelangi, sebuah komunitas bagi siapa pun yang tertarik dengan dunia dongeng. Pendirian komunitas ini dilatarbelakangi atas keprihatinan terhadap sedikitnya orang tua yang mendongengkan anaknya di tengah era digital.
Menurut Mila, mendongeng bukan sekadar sarana pengantar tidur, tapi juga berguna untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Terbukti, anaknya sendiri menjadi lebih cepat menangkap pembicaraan orang lain, mempunyai kosakata yang lebih banyak, serta memiliki ketertarikan tinggi terhadap buku.
Komunitas yang berdiri sejak 2010 itu melakukan berbagai aktivitas, salah satunya Dongeng Charity. Itu merupakan kegiatan penggalangan dana bagi anak-anak panti asuhan, sekolah kolong, dan keluarga prasejahtera, yang diisi dengan mendongeng.
Selain itu, Rumah Dongeng Pelangi juga memiliki program pendampingan bagi guru-guru pendidikan anak usia dini (PAUD) agar menggunakan dongeng sebagai metode belajar anak di sekolah. Melalui Rumah Dongeng Pelangi, Mila ingin masyarakat Indonesia memiliki kecintaan terhadap dongeng.
Itulah delapan sosok Kartini masa kini yang patut dijadikan inspirasi. Mereka tentunya hanya segelintir dari sekian banyak sosok perempuan yang juga peduli pada pendidikan di Indonesia.