
Semangat YCAB Foundation dalam memberdayakan generasi muda dan mengangkat UMKM di Indonesia tidak pernah padam meski terjadi perubahan drastis di tahun 2020. Upaya membawa dampak merupakan sebuah kontinum yang dijunjung tinggi YCAB Foundation dan terus digambarkan meski di tengah pandemi.
Batik Indonesia telah diakui secara internasional sebagai kain sejarah peradaban manusia sejak masuk dalam daftar Intangible Cultural Heritage of Humanity oleh UNESCO pada tahun 2009. Selain sebagai kampanye budaya, ekspor batik juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Data Kementerian Perindustrian pada tahun 2020 mencatat nilai ekspor batik mencapai lebih dari 532,7 Juta dolar AS dan selama triwulan awal tahun 2021 mencapai sebesar 157,8 Juta dolar AS.
Perkenalkan Agung Prasetyo, kisah sukses Rumah Belajar Batik Pekalongan, yang tak lama kemudian menjadi buruh di sebuah perusahaan pembuat selendang untuk menghidupi keluarganya setelah ia lulus dengan Paket C yang setara dengan ijazah SMA.
“Apa yang ditakdirkan akan sampai kepadamu, meski berada di bawah dua gunung.” — Pepatah ini sangat cocok dengan apa yang terjadi pada Agung. Saat tinggal di kota yang terkenal dengan produksi batik Pesisir dan Agung sudah mengenal batik sejak kecil, Agung awalnya tidak tertarik untuk mendalami dunia batik. YCAB Foundation bertujuan untuk berkontribusi lebih banyak dalam mencetak generasi muda yang terampil dan mandiri dari Rumah Belajar Batik, sekaligus melestarikan warisan budaya Indonesia.
“Suatu hari, saya bertemu Pak Pur di jalan. Saat itu Pak Pur sedang mencari siswa untuk belajar membatik. Kemudian beliau mengajak saya untuk bergabung dengan Rumah Belajar Batik,” kata Agung. Ternyata pertemuannya dengan Pak Pur hari itu adalah momen yang mengubah hidup Agung.
Awalnya, ibunya tidak setuju jika Agung harus kembali bersekolah, meninggalkan pekerjaannya, meninggalkan keluarga dengan penghasilan yang kurang. “Ketika saya berhenti bekerja, saya tidak bisa lagi menghidupi keluarga saya. Itu tidak banyak, tetapi saya selalu memberi orang tua saya uang setiap minggu. Untuk setiap kodi syal (20), saya mendapat delapan ribu rupiah dan saya bisa menyelesaikan paling banyak 4-5 kodi per hari. dia menambahkan.
Meski ditentang ibunya, Agung tetap bertahan dan melanjutkan perjalanannya di jagat batik. “Saya ingin bisa memproduksi batik karena saya bercita-cita menjadi pengusaha batik yang sukses.” Ucap Agung tulus.

Produk batik Agung mulai dikenal dan menarik banyak penikmat batik di Indonesia. Agung memiliki 20 karyawan dibawah binaannya, yang mayoritas adalah teman dan tetangganya, mewujudkan manifestasinya, memberikan manfaat berkelanjutan dan memberdayakan komunitasnya dari hasil usahanya.
Tahun ini, karya YCAB Foundation bergema di Jawa Barat, di mana Rumah Belajar Batik Tasikmalaya lahir dengan dukungan HSBC untuk mengatasi tingginya angka pengangguran dan putus sekolah di kota tersebut. Melihat urgensi di Tasikmalaya, Jawa Barat, mayoritas anak muda prasejahtera lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik daripada mengejar karir di bidang seni. Rumah Belajar Batik Tasikmalaya bertujuan untuk memberdayakan 3.000 pemuda dari komunitas marginal dengan keterampilan menjahit, kewirausahaan, dan literasi keuangan selain belajar kerajinan batik.
Kini Rumah Belajar Tasikmalaya telah dibuka dan nantinya, lulusan Rumah Belajar Tasikmalaya diharapkan memiliki pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mungkin menciptakan lapangan kerja untuk menjaga siklus ekonomi yang sehat di Tasikmalaya, Jawa Barat.